NAMA : TOBOK JONATHAN SIANTURI
NPM :
25131021
TUGAS FARMAKOTERAPI
1.
Jurnal
1
Judul : Diagnosis dan Tata Laksana Terkini
Infeksi Helicobacter pylori
Abstrak : Infeksi
Helicobacter pylori berhubungan dengan terjadinya
gastritis, ulkus
gastroduodenalis, dan karsinoma gaster. Eradikasi Helicobacter pylori telah
menunjukkan adanya efek profilaksis terhadap karsinoma gaster. Terdapat 2
metode yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi Helicobacter pylori. Metode pertama berupa pemeriksaan
non-invasif yang terdiri dari urea breath test (UBT), stool antigen test (SAT), dan uji serologi. Metode invasif adalah
endoskopi untuk mendapatkan bahan biopsi. Berdasarkan beberapa pedoman
internasional, terdapat 3 lini obat yang digunakan untuk eradikasi Helicobacter pylori. Lini pertama yaitu proton pump inhibitor (PPI) dengan 2
antibiotik yang dapat berupa amoksisilin, klaritromisin, atau metronidazole selama
7-14 hari, meskipun dengan regimen ini, tetap terlihat kegagalan pada 20%
pasien. Anjuran lini kedua berupa quadruple
therapy yang terdiri dari PPI, bismuth subsalisilat, tetrasiklin, dan
metronidazol. Pada kasus yang tak teratasi dengan regimen lini kedua, pedoman tata
laksana Eropa menganjurkan dilakukannya kultur kuman sebelum pemilihan obat. Kemudian
obat lini ketiga dipilih berdasarkan kepekaan kuman terhadap antibiotik.
Antibiotik alternatif untuk lini ketiga adalah kuinolon atau rifabutin.
Pendahuluan: Penemuan Helicobacter pylori pada
tahun 1982, telah mengubah tata laksana beberapa penyakit gastroduodenalis. Hingga
saat ini, H. pylori dikenal sebagai faktor pathogen pada gastritis
kronis, ulkus peptikum, dan karsinoma gaster. Eradikasi H. pylori efektif
untuk gastric mucosal associated lymphoid tissue (MALT)
lymphoma derajat ringan, ulkus peptikum dengan H. pylori yang
positif serta gejala dyspepsia yang disebabkan olehnya. Eradikasi ini juga
berpotensi mencegah terjadinya karsinoma gaster yang disebabkan olehinfeksi H.
pylori.
Eradikasi H. pylori yang
dianjurkan kini meliputi penggunaan proton pump inhibitor (PPI)
berkombinasi dengan 2 jenis antibiotik. Hal ini yang dikenal dengan triple
therapy. Akan tetapi,penyalahgunaan (misuse) antibiotic yang
luas akhir-akhir ini telah menimbulkan masalah resistensi H. pylori terhadap
beberapa jenis antibiotik yang digunakan untuk eradikasi, sehingga
diperlukan modalitas tata laksana yang lebih efektif. Sebelum memulai
tata laksana, seyogianya dipastikan dahulu ada tidaknya infeksi H.
pylori.
Kesimpulan:
Infeksi Helicobacter pylori merupakan penyebab utama gastritis dan ulkus
peptikum serta faktor risiko untuk terjadinya karsinoma gaster. Diagnosis dan
tata laksana infeksi H. pylori menjadi penting dalam evaluasi pasien
dengan keluhan dispepsia. Saat ini diagnosis infeksi H. pylori dapat
menggunakan metode pemeriksaan yang invasive maupun noninvasif. Beberapa metode
pemeriksaan noninvasif lebih sering digunakan karena bersifat nyaman. Tata
laksana terkini untuk infeksi H. pylori terdiri dari 3 lini yang
mengandung antibiotik yang efektif terhadap H. pylori. Konfirmasi ulang
keberhasilan eradikasi H. pylori diperlukan mengingat kemungkinan
kegagalan eradikasi yang dikaitkan dengan risiko terjadinya berbagai penyakit
gastrointestinal pada pasien dengan infeksi H. pylori yang
persisten.
2.
Jurnal
2
Judul :
Pemanfaatan Uji Napas Urea C-14 Untuk Deteksi Infeksi Helicobacter Pylory Pada Penderita Dyspepsia Dengan
Gagal Ginjal Kronik
Abstrak : Prevalensi infeksi Helicobacter
Pylori (HP) penyebab utama penyakit Dyspepsia / Ulkus Peptikum ditemukan
cukup tinggi di Indonesia, sehingga upaya dini sangat penting. Dyspepsia sering
ditemui pada penderita gagal ginjal kronik. Dalam usaha mengatasi
infeksi Helicobacter pylori di masyarakat luas, diupayakan
pengembangan deteksi infeksi HP dengan tehnik nuklir kedokteran yaitu dengan tehnik
Urea Breath Test (UBT). Deteksi dan Eradikasi HP pada penderita Gagal
Ginjal Kronik (GGK) akan memberikan umur harapan hidup dan kualitas
hidup yang lebih baik. Uji nafas urea 14C pada 50 sampel penderita GGK
menjalani dialisis dan tidak dialisis didapati tingkat korelasi dan spesifikasi
yang baik.Insidensi infeksi HP pada Penderita GGK dengan dialisa lebih tinggi
yaitu 19,45% dibanding dengan penderita dyspepsia tidak menjalani dialisa.
Disimpulkan pula bahwa dengan infeksi HP pada penderita GGK menjadi faktor
komorbid. Uji nafas Urea (UBT) terlihat mudah sensitifitas yang baik dalam
mendeteksi infeksi Helicobacter pylori terutama pada penderita GGK yang
memiliki kesulitan mobilitas.
Pendahuluan : Infeksi Helicobacter Pylori (HP)
diketahui sebagai penyebab utama penyakit Tukak Lambung, gastritis dan
kanker lambung. Sejak penemuan kuman Helicobacter pylori (HP) oleh
Marshall dan Warren pada tahun 1983, kemudian terbukti bahwa infeksi HP
merupakan masalah global, termasuk di Indonesia. Pada tukak lambung, infeksi HP
merupakan factor etiologi utama sedangkan untuk kanker lambung termasuk bahan
karsinogen tipe 1, yang definitif.
Prevalensi infeksi Helicobacter
pylori dinegara berkembang lebih tinggi dibandingkan dengan negara
maju Prevalensi pada populasi dinegara maju sekitar 30 – 40%, sedangkan
di negara berkembang mencapai 80 – 90 %. Di Indonesia, secara seroepidemiologi
didapatkan prevalensi antara 36 – 46,1 % dengan usia termuda 5 bulan.
Hasil
dan Pembahasan: Dari hasil uji klinis yang dilakukan pada
14 pasien GGK dengan dyspepsia yang tanpa melakukan dialisa yaitu 14 orang
hasil positif UBT didapati pada 1 sampel (7,14%), dibandingkan dengan hasil
biopsy juga terlihat hasil positif pada 1 sampel (7,14%). Pada kelompok kedua
yang melakukan dialisa kronik yaitu 36 sampel, hasil UBT menunjukan positif
sebanyak 7 sampel (19,45%) sedangkan hasil biopsy mencapai angka positif pada 4
sampel (11,11%).
Dalam penelitian ini
terlihat bahwa uji nafas urea 14C mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dan
memiliki tingkat sensitivitas yang lebih baik dari pada yang biopsi. Mengingat
tehnik uji nafas urea 14C ini sangat mudah dan sederhana serta tidak invasif,
maka pemeriksaan ini akan memberi manfaat bermakna bagi dunia kesehatan.
Apabila kita kelompokan pasien – pasien berdasarkan kelompok umur akan terlihat
distribusi penderita infeksi helicobacter lebih banyak pada kelompok usia
diatas 55 tahun.
Uji nafas urea
mempunyai tingkat korelasi dan spesifikasi yang baik dalam mendeteksi infeksi Helicobacter
pylori pada penderita Gagal Ginjal Kronik. Insidensi infeksi Helicobacter
pylori pada Penderita GGK dengan dialisa lebih tinggi disbanding dengan
mereka yang tidak adanya kelompok dialisa. Hal ini mencerminkan bahwa infeksi
HP pada penderita GGK menjadi faktor komorbid .Uji nafas Urea (UBT) terlihat
mudah, sederhana dengan sensitifitas yang baik dalam mendeteksi infeksi HP
terutama pada penderita gagal ginjal kronik yang memiliki kesulitan mobilitas.
Kesimpulan : Uji nafas urea
mempunyai tingkat korelasi dan spesifikasi yang baik dalam mendeteksi infeksi Helicobacter
pylori pada penderita gagal ginjal kronik. Insidensi infeksi Helicobacter
pylori pada Penderita gagal ginjal kronik dengan dialisa lebih tinggi
dibanding dengan mereka yang tidak adanya kelompok dialisa. Hal ini
mencerminkan bahwa infeksi Helicobacter pylori pada penderita
gagal ginjal kronik menjadi faktor komorbid. Uji nafas Urea terlihat mudah,
sederhana dengan sensitifitas yang baik dalam mendeteksi infeksi Helicobacter
pylori terutama pada penderita gagal ginjal kronik yang memiliki kesulitan
mobilitas.