MAKALAH
METODE PEMISAHAN
ISOLASI
RUTIN
DARI
DAUN SINGKONG (Manihot utilissima Pohl.)
![]() |
OLEH
:
KELOMPOK
4
Dede
Mirtha Adi P (25131002)
Tobok
Jonathan Sianturi (25131021)
Putri
Irma Yuliyanti (25131029)
Rosyta
Velayanti (25131033)
SEKOLAH
TINGGI FARMASI BANDUNG
PROGRAM
PENDIDIKAN STRATA 1
PROGRAM
STUDI FARMASI
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A. TINJAUAN BOTANI TANAMAN DAUN
SINGKONG
1.
Klasifikasi Tanaman
Secara taksonomi tanaman singkong
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dycotiledoneae
Ordo
: Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot
utilissima Pohl.
2.
Nama
Daerah
Singkong diantaranya dikenal dengan
nama cassava (Inggris), ketila, keutila, ubi kayee (Aceh), ubi parancih
(Minagkabau), ubi singkung (Jakarta), batata kayu (Manado), bistungkel (Ambon),
kasapen, sampeu, huwi dangdeur, huwi jendral, ubikayu (Sunda), bolet, kasawe,
tela pohung, kaspa, kaspe, katela budin, katela jendral (Jawa), blandong,
manggala menyok, puhung, pohong, sawe, sawi (Madura), kesawi, ketela kayu,
sabrang sawi (Bali), kasubi (Gorongtalo, Baree, Padu), lame kayu (Makasar),
lame aju (Bugis, Majene), kasibi (Ternate, Tidore).
3.
Morfologi
Singkong memiliki batang yang
berkayu, beruas-ruas dengan ketinggian mencapai lebih dari 3 cm. Warna batang
bervariasi, ketika masih muda umumnya berwarna hijau dan setelah tua menjadi
keputih-putihan, kelabu atau hijau kelabu. Batang berlubang, berisi empulur
berwarna putih, lunak, dengan struktur seperti gabus Daun singkong terdiri dari
helai daun dan tangkai daun. Susunan daunnya berurat menjari dengan cangap 5-9
helai. Daun singkong, terutama yang masih muda mengandung racun sianida namun
dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dan dapat menetralisir rasa pahit sayuran
lain, misalnya daun pepaya dan kenikir.
Singkong memiliki bunga berumah satu
dengan penyerbukan silang sehingga jarang berbuah. Umbi singkong yang terbentuk
merupakan akar yang menggelembung dan berfungsi sebagai tempat penampung
makanan cadangan. Bentuk umbi biasanya bulat memanjang, terdiri atas: kulit
luar tipis berwarna kecoklatan, kulit dalam yang agak tebal berwarna keputihan,
dan daging berwarna putih atau kuning (tergantung varietasnya) yang mengandung
sianida dengan kadar berbeda.
4.
Budidaya
Singkong
Singkong telah dikenal baik oleh
para petani di Pulau Jawa, Sumatra, dan pulau- pulau lainnya di Indonesia
sebagai tanaman yang pembudidayaannya mudah. Singkong dapat hidup di tanah yang
relatif tidak subur, tidak memerlukan banyak pupuk ataupun pestisida, serta
dapat menghasilkan minimal 7-9 ton per hektar Mengenai penanamannya, sistem
tanam daerah yang satu dengan daerah yang lainnya bisa saja berbeda karena
faktor geografisnya, tetapi dalam hal pola tanam dan pola panen pada umumnya
sama, yaitu berdasarkan iklim.
Berdasarkan daya adaptasinya,
singkong mampu bertahan hidup secara meluas di daerah-daerah yang cukup ekstrim
dan umumnya beriklim tropis seperti Indonesia. Singkong merupakan jenis tanaman
yang fleksibel karena dapat tumbuh dan berproduksi di daerah dataran rendah
maupun dataran tinggi, mulai dari ketinggian 10-1500 m di atas permukaan laut.
Selain itu, singkong juga sangat cocok dikembangkan di lahan-lahan marginal,
kurang subur, dan miskin air. Umur panen singkong dibagi menjadi dua kelompok
yaitu genjah (6-8 bulan) dan dalam (8-12 bulan). Kriteria utama umur panen ubi
kayu adalah kadar pati optimal, yakni pada saat tanaman berumur 7-9 bulan yang
ditandai dengan pertumbuhan daun mulai berkurang, warna daun mulai agak
menguning, dan banyak daun yang rontok.
5.
Manfaat
dan Khasiat
Manfaat dari daun singkong dan daun
ini harganya cukup ekonomis sehingga daun singkong banyak dimanfaatkansebagai
obat antara lain untuk anti kanker, mencegah konstipasi dan anemia, serta
meningkatkan daya tahan tubuh. Kandungan vitamin dan mineralnya rata-rata lebih
tinggi dibandingkan dengan sayuran daun lain. Vitamin A dan C pada daun
singkong berperan sebagai antioksidan yang mencegah proses penuaan dan
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. Kandungan kalsium
yang tinggi sangat baik untuk mencegah penyakit tulang seperti rematik dan asam
urat.
Dari berbagai analisis disebutkan,
daun singkong dapat membantu mengubah karbohidrat menjadi energi, membantu
pemulihan kulit dan tulang, meningkatkan daya ingat, mood, kinerja otak dan
metabolisme asam amino lain. Dalam setiap 100 gram daun singkong mengandung
3.300 RE vitamin A yang baik untuk kesehatan mata dan vitamin C sebanyak 275 mg
yang baik untuk mencegah sariawan, dan meningkatkankekebalan tubuh, membantu
menangkal radikal bebas, dan melindungi sel dari kerusakan oksidasi. Yang tidak
kalah penting, kandungan serat pada daun singkong yang cukup tinggi sehingga
dapat membantu melancarkan buang air besar.
Khasiat dari daun singkong, antara
lain untuk demam, sakit kepala, diare, dan mata sering kabur. Selain itu, daun
singkong juga dapat menambah nafsu makan. Daun singkong yang dikonsumsi secara
rutin juga dapat mencegah aterosklerosis (penimbunan lemak di dinding pembuluh
darah) yang bisa berdampak pada serangan jantung.
6.
Kandungan
Kimia
Adapun kandungan kimia dalam daun
singkong, antara lain:
a. Memiliki kadar protein yang cukup
tinggi, sumber energi yang setara dengan karbohidrat, 4 kalori setiap gram
protein.
b. Sumber vitamin A setiap 100 gram
yaitu mencapai 3.300 RE sehingga baik untuk kesehatan mata.
c.
Kandungan
serat yang tinggi yang dapat memperlancar buang air besar dan mencegah kanker
usus dan penyakit jantung.
d.
Kandungan
vitamin C per 100 gram daun singkong mencapai 275 mg, bisa terbebas dari
sariawan dan kekebalan tubuh bisa lebih terjaga dengan asupan vitamin C.
e.
Kandungan
protein daun singkong enam kali lebih banyak dari pada umbinya yaitu 6,2
persen. Demikian pula karoten hanya terdapat pada daunnya dan sama sekali tidak
terdapat pada umbinya.
f.
Kandungan
karoten pada daun singkong yaitu 7052 μg/100 g. Sedangkan kandungan serat kasar
dan abu ubi kayu per 100 g yaitu 2,4 g dan 1,2 g.
g.
Selain
itu daun singkong juga mengandung air sebesar 84,4 g dan bagian yang dapat
dimakan sebesar 67 g.
Kandungan
protein tertinggi pada daun singkong dijumpai pada daun yang masih muda, umur
enam bulan. Makin tua daun ubi kayu makin berkuranng kandungan protein daun.
Kandungan protein singkong ternyata sangat tinggi. Secara umum, dalam berat
yang sama dengan berat telur, berat protein nabati yang dikandung daun singkong
lebih kurang sama dengan yang dikandung telur.
B. EKSTRAKSI
Ekstraksi atau
penyarian adalah penarikan zat aktif yang diinginkan dari bahan mentah obat
dengan menggunakan pelarut yang telah dipilih sehingga zat yang diinginkan akan
terlarut. Cara penyarian dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perkolasi
dan penyarian berkesinambungan. Secara umum penyarian akan bertambah lebih baik
apabila permukaan simplisia yang bersentuhan semakin luas.
Sistem pelarut yang
digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan kemampuannya dalam
melarutkan jumlah yang maksimal dari zat aktif dan seminimum mungkin dari bahan
yang tidak diinginkan. Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak
faktor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria murah dan mudah
diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah
menguap, dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat
yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat. Farmakope Indonesia
menetapkan bahwa cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol,
air-etanol atau eter.
Metode
pembuatan ekstrak yang umum digunakan antara lain maserasi, perkolasi,
soxhletasi, dan infundasi. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor
seperti sifat dari bahan mentah obat dan penyesuaian dengan tiap macam metode
ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna.
Beberapa
metode ekstraksi dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Maserasi
Maserasi
merupakan cara ekstraksi paling sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk
kasar simplisia dengan cairan pengekstraksi selama 4-10 hari dan disimpan
terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau
perubahan warna). Keuntungan dari maserasi adalah hasil ekstraksi banyak serta
dapat menghindarkan perubahan kimia terhadap senyawa-senyawa tertentu oleh
karena pemanasan namun demikian proses maserasi membutuhkan waktu yang relatif
lama. Kerugian cara maserasi adalah penyarian kurang sempurna karena terjadi
kejenuhan cairan penyari dan membutuhkan waktu yang lama.
Dengan
pengocokan dijamin keseimbangan bahan ekstraksi lebih cepat dalam cairan.
Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif.
Walaupun demikian, maserasi merupakan proses ekstraksi yang masih umum
digunakan karena cara pengerjaan dan peralatannya sederhana dan mudah. Sedangkan
remaserasi dilakukan dengan cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia
dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesuadah dituangkan dan diperas,
ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
2.
Perkolasi
Perkolasi
merupakan proses penyarian serbuk simplisia dengan pelarut yang cocok dengan
melewatkan secara perlahan-lahan melewati suatu kolom, serbuk simplisia dimasukkan
ke dalam perkolator. Dengan cara penyarian ini mengalirkan cairan melalui kolom
dari atas ke bawah melalui celah untuk keluar dan ditarik oleh gaya berat
seberat cairan dalam kolom. Dengan pembaharuan yang terus menerus bahan
pelarut, memungkinkan berlangsungnya maserasi bertingkat.
3.
Sokletasi
Bahan yang
akan disari berada di dalam kantung ekstraksi (kertas, karton) di dalam sebuah
alat ekstraksi dari gelas yang berada di antara labu suling dan suatu
pendingin. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang menguap dan jika diberi
pemanasan akan menguap mencapai ke dalam pendingin balik melalui pipa pipet,
pelarut ini berkondensasi di dalamnya dan menetes ke bahan yang disari. Larutan
berkumpul di dalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi maksimum secara
otomatis ditarik ke dalam labu tersebut.
4. Infundasi
Infundasi
adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan zat
aktif yang larut dalam air dan bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini
menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang.
Oleh karena itu sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih
dari 24 jam.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk
mengekstraksi daun singkong adalah infundasi. Digunakan metode infundasi karena
proses cepat serta pelarut yang digunakan adalah air yang bersifat polar.
C. FLAVONOID
Flavonoid adalah senyawa yang
tersusun dari 15 atom karbon dan terdiri dari 2 cincin benzen yang dihubungkan
oleh 3 atom karbon yang dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid dibagi menjadi
3 macam, yaitu:
a.
Flavonoid
yang memiliki cincin ketiga berupa gugus piran. Flavonoid ini disebut flavan
atau fenilbenzopiran. Turunan flavan banyak digunakan sebagai astringen
(turunan tanin).
b.
Flavonoid
yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus piron. Flavonoid ini disebut flavon
atau fenilbenzopiron. Turunan flavon adalah jenis flavonoid yang paling banyak
memiliki aktivitas farmakologi.
c.
Flavonoid
yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus pirilium. Flavonoid ini disebut
flavilium atau antosian. Turunan pirilium biasa digunakan sebagai pewarna
alami.
Kata flavonoid memiliki 2 arti yang
berbeda, yaitu C6C5C6 dan benzopiron.
Flavonoid biasanya dideteksi dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 340-370 nm dan senyawa ini akan berfuoresensi kuning oranye.
Penomoran flavonoid akhiran “–genin” menunjukkan nama sebuah aglikon. Misalnya,
5,7,4’-trihidroksiflavon disebun “apigenin”. Jika apigenin terikat dengan gula
dan menjadi glikosida, maka namanya berubah menjadi “apiin”. Baik apiin maupun
apigenin terdapat pada Apium graveolens.
1.
Macam-macam flavonoid
a.
Kuersetin
pada Allium cepa. Nama kimianya adalah 5,7,3’,4’-tetrahidroksiflavonol.
Digunakan sebagai vitamin P yang dapat menurunkan permeabilitas dan kerapuhan
pembuluh darah.
b.
Luteolin
pada Sonchus arvensis. Nama kimianya adalah
5,7,3’,4’-tetrahidroksiflavon.
c.
Kaemferid
pada Kaempferia galanga. Nama kimianya adalah
5,7-dihidroksi-4-metoksiflavonol.
d.
Sinersetin
pada Ortosiphon stamineus. Nama kimianya adalah 5,6,7,3’,4’-pentametoksiflavon.
e.
Rutin.
Nama kimianya adalah 5,7,3’,4’-tetrahidroksiflavonol-3-Oglukosilramnosida.
f.
Miresetin
pada Anacardium occidentale. Nama kimianya adalah
5,7,3’,4’,5’-pentahidroksiflavonol.
2.
Sifat Fisik/Kelarutan Flavonoid
a.
Flavonoid
polimetil atau polimetoksi larut dalam heksan, petroleum eter (PE), kloroform,
eter, etil asetat, dan etanol. Contoh: sinersetin (nonpolar).
b.
Aglikon
flavonoid polihidroksi tidak larut dalam heksan, PE dan kloroform; larut dalam
eter, etil asetat dan etanol; dan sedikit larut dalam air. Contoh: kuersetin
(semipolar).
c.
Glikosida
flavonoid tidak larut dalam heksan, PE, kloroform, eter; sedikit larut dalam
etil asetat dan etanol; serta sangat larut dalam air. Contoh: rutin.
3.
Keberadaan Flavonoid dalam Tumbuhan
Flavonoid tersebar luas pada
tumbuhan tapi jarang terdapat pada bakteri, jamur dan lumut. Dalam dunia
tumbuhan, flavonoid tersebar luas dalam suku Rutaceae, Papilionaceae
(kacang-kacangan), Labiatae (Ortosiphon), Compositae (contoh: Sonchus
arvensis), Anacardiaceae, Apiaceae/Umbeliferae (seledri, pegagan, wortel),
dan Euphorbiaceae (contoh: daun singkong). Pada tingkat organ, flavonoid
tersebar pada seluruh bagian tanaman seperti biji, bunga, daun, dan batang.
Pada tingkat jaringan, flavonoid banyak terdapat pada jaringan palisade. Pada
tingkat seluler, flavonoid bisa terdapat pada dinding sel, kloroplas, atau
terlarut dalam sitoplasma. Pada paku-pakuan, flavonoidnya berupa flavonoid
polimetoksi sehingga hanya terdapat pada dinding sel dan tidak terdapat pada
sitoplasma karena sitoplasma mengandung banyak air sehingga bersifat polar dan
tidak dapat melarutkan flavonoid polimetoksi.
4.
Kestabilan Flavonoid
Secara fisis, flavonoid bersifat
stabil. Namun, secara kimiawi ada 2 jenis flavonoid yang kurang stabil, yaitu:
a. Flavonoid O-glikosida, dimana glikon dan aglikon
dihubungkan oleh ikatan eter (R-O-R).
Flavonoid jenis ini mudah terhidrolisis.
b. Flavonoid
C-glikosida, dimana glikon dan aglikon dihubungkan oleh ikatan C-C. Flavonoid jenis ini sukar
terhidrolisis, tapi mudah berubah menjadi isomernya. Misalnya viteksin, dimana
gulanya mudah berpindah ke posisi 8. Perlu diketahui, kebanyakan gula terikat
pada posisi 5 dan 8, jarang terikat pada cincin B atau C karena kedua cincin
tersebut berasal dari jalur sintesis tersendiri, yaitu jalur sinamat.
5.
Rutin
a.
Struktur
Kimia

5,7,3’,4’-tetrahidroksiflavonol-3-Oglukosilramnosida
Rutin, juga disebut rutoside,
quercetin-3-O-rutinoside dan sophorin,
adalah glikosida antara flavonol quercetin dan disakarida rutinose (α-L-rhamnopyranosyl-(1 → 6))-β-D-glukopiranosa).
Rutin adalah salah satu senyawa fenolik yang ditemukan
dalam spesies tanaman invasif Carpobrotus edulis dan berkontribusi
terhadap antibakteri dan antioksidan. Namanya
berasal dari nama Ruta graveolens , tanaman yang juga berisi
rutin.
Rutin ditemukan dalam banyak tanaman,
termasuk gandum , daun dan tangkai dari Rheum spesies, dan asparagus. Biji Tartary Soba mengandung rutin (berat kering
sekitar 0,8-1,7%) dibandingkan biji gandum umum (0,01% berat kering). Rutin
juga ditemukan dalam buah fava d'anta pohon (dari Brazil ), buah-buahan dan bunga-bunga dari pohon pagoda , buah dan kulit buah (terutama
buah jeruk orange , jeruk , lemon , dan jeruk nipis ) dan apel, berries seperti murbei , pohon ash buah-buahan, aronia berry dan cranberry. Rutin adalah salah satu flavonol utama yang
ditemukan dalam 'clingstone' buah persik.
Rutin (quercetin rutinoside), seperti
quercitrin , merupakan glikosida dari flavonoid quercetin. Dengan
demikian, struktur kimia dari keduanya sangat mirip, dengan perbedaan yang ada
di hidroksil kelompok fungsional. Quercetin dan rutin digunakan
di banyak negara sebagai obat untuk perlindungan pembuluh darah, dan bahan baku multivitamin dan
obat herbal.
b.
Sifat Fisika Kimia
Senyawa Rutin memiliki rumus molekul C 27 H 30
O 16, dengan massa molar 610,52 g mol -1. Senyawa ini
berbentuk padat / Kristal dengan titik lebur
242 ˚C , 515 ˚K, 468 ˚F. Senyawa ini memiliki kelarutan dalam air 12,5
mg/100 ml (13 mg/100 ml), tidak , larut dalam heksan, PE, kloroform, eter, sedikit larut dalam etil asetat dan etanol,
serta sangat larut dalam air.
c.
Nama Lain
Nama lain senyawa Ruitn adalah
sebagai berikut : Rutoside, Phytomelin, Sophorin, Birutan, Eldrin, Birutan Forte, Trihidrat Rutin, Globularicitrin
, Violaquercitrin
BAB II
METODE PENELITIAN
A.
ALAT DAN
BAHAN
Alat Bahan
Timbangan analit Simplisia
daun singkong
Spatula Etanol
Statif dan klem Aquadest
Labu alas bulat Batu
didih
Gelas Beker
Gelas Ukur
Seperangkat alat
sokletasi
Tissu
Cawan porselin
Penangas air
B.
PROSEDUR
KERJA
B.1 Metode 1
1. Timbang 40 gram
serbuk bahan. Masukkan dalam panci infus dan tambahkan 240 ml air. Didihkan
selama 30 menit.
2. Saring campuran
melalui corong Buchner sehingga diperoleh filtrat yan jernih dan pindahkan ke
dalam erlenmeyer 250 ml.
3. Pekatkan sari hingga
100 ml. Simpan didalam lemari es selama 1 minggu sehingga terbentuk kristal
amorf putih kekuningan.
4. Tuangkan sebagian
besar larutan jernih dengan hati-hati agar kristal tidak ikut tertuang.
5. Kemudian saring
kristal yang berada pada dasar erlenmeyer melalui kertas saring yang telah
ditara. Jika masih ada kristal yang menempel pada dasar erlenmeyer bilas dengan
air suling dan tuangkan bilasan ke kertas saring. Cuci kristal dengan 10 ml air
es.
6. Keringkan kertas
saring bersama endapan pada suhu 500 C, setelah kering ditimbang untuk
memperoleh rendemen dari hasil yang didapat.
7. Ambil sedikit padatan
dengan ujung spatel kecil, larutkan dalam 2 ml campuran metanol-air sama
banyak. (sari 1).
HIDROLISIS RUTIN
MENJADI GLIKON DAN AGLIKON
a.
Sisa padatan dimasukan kedalam tabung
reaksi dan ditambahkan 10 ml HCl 2 N.
b.
Diatas tabung ditempatkan corong berisi
kapas untuk mengurangi penguapan.Lakukan refluks pada penagas air mendidih
selama 1 jam. Jika cairan dalam tabung banyak yg meguap tambahkan 5 ml air
suling yang panas kedalamnya.
c.
Cairan hasil hidrolisis tersebut
dimasukan kedalam corong pisah. Ditambahkan dietileter sebanyak 10 ml dikocok
dengan hati-hati, kedua lapisan yang terbentuk dipisahkan.
d.
Lapisan air asamnya dikocok lagi dengan
dietileter sebanyak 10 ml selama 3 kali pengocokan.
e.
Lapisan eter hasil ekstraksi 1,2 dan 3
dicampurkan lalu disaring melalui kertas saring yang berisi 1 gram Natrium
sulfat anhidrat. Cairan yang diperoleh lalu diuapkan eternya.
f.
Residu yang diperoleh dilarutkan dengan
2 ml methanol (Sari II)
ANALISIS KUALITATIF
1. Analisis
kualitatif I
Fase diam : selulosa
Fase gerak : asam
asetat 15 %
Cuplikan :
Sari 1, 2, 3 dan
pembanding larutan rutin dalam metanol 50% masing-masing sebanyak 3 totolan,
kecuali sari 3.
Deteksi
a.Sinar UV 366
b.Uap amoniak, dibawah
sinar tampak dan UV 366
c.Pereaksi sitroborat,
panaskan 1000 C selama 5 menit
2. Analisis
kualitatif II
Fase diam : selulosa
Fase gerak :
n-butanol:asamasetat
15%:air = 6:2:1
Cuplikan :
Sari 1, 2, 3 dan
pembanding larutan glukosa dan ramnosa 1% masing-masing sebanyak 3 totolan,
kecuali sari 3 dan pembanding 10 totolan
Deteksi
a.
Sinar UV 366
b.
Uap amoniak, dibawah sinar tampak dan UV
366
c.
Larutan penyemprot KmnO4 untuk
gula.
Bandingkan harga Rf da
warna yang terbentuk dengan data yang ada dalam pustaka.
B.2 Metode 2

6.
Uji
Kemurnian Rutin
6.1 Uji
Kemurnian menggunakan HPLC
Cara Kerja :
Penyusunan
Standar dan solusi:
Larutan stok standar
rutin dan quercetin yang dibuat dengan melarutkan 10mg rutin dan quercetin
dalam 10 ml metanol . Dari 3μl ini masing-masing solusi diterapkan menggunakan
aplikator Linomat. 100mg ekstrak hydroalcoholic dari A.latifolia adalah dilarutkan
dalam 10 ml metanol dan disaring,
filtrat ( 10mg/ml ) digunakan untuk HPTLC yang chemoprofiling .
Kondisi
kromatografi :
Kromatografi adalah
dilakukan pada pra - diaktifkan ( di 110oC ) silika gel 60 F254 HPTLC piring .
Sample ( 8μl ) dan standar ( 3μl
masing-masing) senyawa yang diterapkan
ke lapisan sebagai 8 mm band lebar , posisi 10 mm dari bagian bawah piring ,
menggunakan TLC aplikator otomatis Linomat IV ( Camag , Muttenx , Swiss )
dengan aliran nitrogen menyediakan pengiriman dari jarum suntik . kritis
parameter tersebut bertahan selama semua analisis dilakukan .
Deteksi dan kuantifikasi senyawa : TLC
dilakukan dengan Etil asetat : asam format : Glacial asam asetat : air (
100:11:11:26 , v / v ) sebagai fase gerak . Kromatogram dikembangkan di suhu
kamar ( 24 ± 1 ° C ) dalam gelas twin- trough ruang ( 10 cm × 10 cm , dengan
tutup logam; Camag ,Swiss ) sebelumnya jenuh dengan fase gerak uap selama 30
menit . Jarak pembangunan adalah 80 mm . Modus Ascending digunakan untuk
pengembangan kromatografi lapis tipis . Setelah pengembangan , pelat TLC
dikeringkan dalam arus udara dengan bantuan sebuah pengering udara di 110oC
selama 10 menit , dan segera dipindai di λ = 366 nm dan kromatogram diperoleh
dengan CAMAG III TLC scanner dilengkapi dengan CATS 4
software ( Camag ) dalam refleksi
penyerapan scan mode . Kehadiran ( atau ketiadaan) yang diselidiki senyawa
ditentukan sesuai dengan Rf mereka
nilai-nilai dan warna fluoresensi estimasi Faktor retensi ( Rf ) dan Area Under
Curve ( AUC ) dilakukan oleh Integrasi Software 4.05 . perhitungan untuk
persentase dilakukan mengingat standar dan sampel Rf , AUC dan faktor
pengenceran terpadu legenda disajikan
sebagai ara 1-4 . Untuk validasi metode , kurva kalibrasi diperoleh dengan
memplot daerah puncak Vs konsentrasi rutin dan quercetin dan diperiksa untuk
reproduktifitas , linearitas dan memvalidasi metode yang diusulkan . Spectra
sampel dan rutin standar dan quercetin yang matched26 .
Validasi metode HPTLC
Linearitas:
Kurva
kalibrasi rutin
standar dan
quercetin diperoleh
dengan memplot daerah
puncak rutin
dan quercetin
terhadap
konsentrasi yang berbeda. Solusi
Stok rutin
dan quercetin
disiapkan dalam metanol
dan jumlah yang berbeda
1, 2, 4, 6, 8, dan 10mg/spot
tersebut dimuat keplat
KLT untuk mempersiapkan
kurva kalibrasi. Ada hubungan
linear yang baik antara
luas puncak dan konsentrasi
dalam kisaran1-10μg perzona (Table1).
Percobaan dilakukan dalam rangkap tiga.
Akurasi(% Pemulihan):
In
iditentukan
oleh penambahan penandastandar.
Untuk jumlah yang tetap
dari sampel
preanalysed, sejumlah
standar yang ditambahkan
ditingkat bawah dan di atas
dari tingkat yang normal
diharapkan dalam sampel. Untuk ini
dua
konsentrasi dalam rangkap tiga yang digunakan. Pemulihan
rata-rata rutin
dan quercetina
dalah 99,98% dan100,11%, masing-masing menunjukkan
reproduktifitas sangat baik

6.2 Uji
Kemurnian menggunakan kromatografi
Cara Kerja :
Deteksi dan kuantifikasi senyawa: KLT dilakukan
dengan Etil asetat: asam formiat: asam asetat glasial: air (100:11:11:26, v /
v) sebagai fase gerak. Kromatogram dikembangkan pada suhu kamar (24 ± 1 ° C) di
chamber kembar (10 cm × 10
cm, dengan tutup logam; Camag, Swiss) yang sebelumnya jenuh dengan uap fase
gerak selama 30 menit. Jarak pengembangan adalah 80 mm. Pengembangn KLT
dilakukandengancaramenaik.
Setelah
pengembangan, pelat
klt dikeringkan
diudara
dengan bantuan sebuah
pengeringudara
pada110
.
Selama
10 menit, dan
segera dilihat diλ=366 nm dan
kromatogram diperoleh
dengan CAMAG III
klt scanner dilengkapi dengan
software CATS4
(Camag)
dalam bercak
penyerapan scan mode.

Kehadiran
(atau ketiadaan) senyawa
diselidiki ditentukan
berdasarkan nilai
Rf dan warna
fluoresensi.
Perhitungan hargarf (Rf)
dan daerah dibawah kurva (AUC) yang
dilakukan oleh IntegrasiSoftware
4.05.
Perhitungan persentase
untuk dilakukan
mengingat
harga rf larutan standart dan sampel, AUC
dan faktor pengenceran. Terdiri dari beberapa bagian yg disajikan sebagai
ara 1-4.
Untuk validasi
metode, kurva kalibrasi
diperoleh dengan memplot
daerah puncak Vs
konsentrasi rutin
dan quercetin
dan diperiksa
untuk reproduktifitas, linearitas dan memvalidasi
metode yang
diusulkan.
Spektrum
sampel dan
rutin standar
dan quercetin dicocokkan.
Tabel Standart Rf dan Linear Regresi dari Rutin

Tabel Akurasi dan Persen Recovery dari Rutin (HPLC)

DAFTAR PUSTAKA
Ashok, Praveen Kumar dan Bhawana Saini. Int Journal
Pharmacy. 2013. HPLC Analysis and
Isolation of Rutin from Stem Bark of Ginkgo biloba L. ISSN 2278-4136
JPP 2013; 2(4):68-71.
Djuwardi
2009, Cassava: solusi pemberagaman
kemandirian pangan : manfaat, peluang bisnis, dan prospek, ISBN 9790257457,
9789790257450, Penerbit : Grasindo.
Ibrahim,
et al. Int Journal Pharmacy. 2012. Development
of Validated HPTLC Method for Simultaneous Quantification of Rutin and
Quercetin from Bark of Anogeissus latifolia. ISSN 2249-1848.
Malaysian Journal of Pharmaceutical Sciences. 2009. Isolation
Of A Flavonoid From The Roots Of Citrus
Sinensis. Vol. 7, No. 1, 1–8.
Prihandana R et al.2007.Bioetanol Ubi Kayu :Bahan Bakar Masa Depan.
Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Purwono
dan Heni Purnamawati, 2007. Budidaya 8 jenis tanaman pangan unggul. Penebar
swadaya, Jakarta.