Minggu, 12 Januari 2014



MAKALAH METODE PEMISAHAN
ISOLASI RUTIN
DARI DAUN SINGKONG (Manihot utilissima Pohl.)



 
           



OLEH :
KELOMPOK 4

Dede Mirtha Adi P                               (25131002)
Tobok Jonathan Sianturi                    (25131021)
Putri Irma Yuliyanti                            (25131029)
Rosyta Velayanti                                  (25131033)


SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG
PROGRAM PENDIDIKAN STRATA 1
PROGRAM STUDI FARMASI
2013









BAB I
PENDAHULUAN

A.      TINJAUAN BOTANI TANAMAN DAUN SINGKONG
1.                Klasifikasi Tanaman
Secara taksonomi tanaman singkong dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom         : Plantae
Divisi                : Spermatophyta
Subdivisi         : Angiospermae
Kelas               : Dycotiledoneae
Ordo                : Euphorbiales
Famili              : Euphorbiaceae
Genus              : Manihot
Spesies            : Manihot utilissima Pohl.
2.                Nama Daerah
Singkong diantaranya dikenal dengan nama cassava (Inggris), ketila, keutila, ubi kayee (Aceh), ubi parancih (Minagkabau), ubi singkung (Jakarta), batata kayu (Manado), bistungkel (Ambon), kasapen, sampeu, huwi dangdeur, huwi jendral, ubikayu (Sunda), bolet, kasawe, tela pohung, kaspa, kaspe, katela budin, katela jendral (Jawa), blandong, manggala menyok, puhung, pohong, sawe, sawi (Madura), kesawi, ketela kayu, sabrang sawi (Bali), kasubi (Gorongtalo, Baree, Padu), lame kayu (Makasar), lame aju (Bugis, Majene), kasibi (Ternate, Tidore).
3.                Morfologi
Singkong memiliki batang yang berkayu, beruas-ruas dengan ketinggian mencapai lebih dari 3 cm. Warna batang bervariasi, ketika masih muda umumnya berwarna hijau dan setelah tua menjadi keputih-putihan, kelabu atau hijau kelabu. Batang berlubang, berisi empulur berwarna putih, lunak, dengan struktur seperti gabus Daun singkong terdiri dari helai daun dan tangkai daun. Susunan daunnya berurat menjari dengan cangap 5-9 helai. Daun singkong, terutama yang masih muda mengandung racun sianida namun dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dan dapat menetralisir rasa pahit sayuran lain, misalnya daun pepaya dan kenikir.
Singkong memiliki bunga berumah satu dengan penyerbukan silang sehingga jarang berbuah. Umbi singkong yang terbentuk merupakan akar yang menggelembung dan berfungsi sebagai tempat penampung makanan cadangan. Bentuk umbi biasanya bulat memanjang, terdiri atas: kulit luar tipis berwarna kecoklatan, kulit dalam yang agak tebal berwarna keputihan, dan daging berwarna putih atau kuning (tergantung varietasnya) yang mengandung sianida dengan kadar berbeda.
4.                Budidaya Singkong
Singkong telah dikenal baik oleh para petani di Pulau Jawa, Sumatra, dan pulau- pulau lainnya di Indonesia sebagai tanaman yang pembudidayaannya mudah. Singkong dapat hidup di tanah yang relatif tidak subur, tidak memerlukan banyak pupuk ataupun pestisida, serta dapat menghasilkan minimal 7-9 ton per hektar Mengenai penanamannya, sistem tanam daerah yang satu dengan daerah yang lainnya bisa saja berbeda karena faktor geografisnya, tetapi dalam hal pola tanam dan pola panen pada umumnya sama, yaitu berdasarkan iklim.
Berdasarkan daya adaptasinya, singkong mampu bertahan hidup secara meluas di daerah-daerah yang cukup ekstrim dan umumnya beriklim tropis seperti Indonesia. Singkong merupakan jenis tanaman yang fleksibel karena dapat tumbuh dan berproduksi di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, mulai dari ketinggian 10-1500 m di atas permukaan laut. Selain itu, singkong juga sangat cocok dikembangkan di lahan-lahan marginal, kurang subur, dan miskin air. Umur panen singkong dibagi menjadi dua kelompok yaitu genjah (6-8 bulan) dan dalam (8-12 bulan). Kriteria utama umur panen ubi kayu adalah kadar pati optimal, yakni pada saat tanaman berumur 7-9 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan daun mulai berkurang, warna daun mulai agak menguning, dan banyak daun yang rontok.
5.                Manfaat dan Khasiat
Manfaat dari daun singkong dan daun ini harganya cukup ekonomis sehingga daun singkong banyak dimanfaatkansebagai obat antara lain untuk anti kanker, mencegah konstipasi dan anemia, serta meningkatkan daya tahan tubuh. Kandungan vitamin dan mineralnya rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran daun lain. Vitamin A dan C pada daun singkong berperan sebagai antioksidan yang mencegah proses penuaan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. Kandungan kalsium yang tinggi sangat baik untuk mencegah penyakit tulang seperti rematik dan asam urat.
Dari berbagai analisis disebutkan, daun singkong dapat membantu mengubah karbohidrat menjadi energi, membantu pemulihan kulit dan tulang, meningkatkan daya ingat, mood, kinerja otak dan metabolisme asam amino lain. Dalam setiap 100 gram daun singkong mengandung 3.300 RE vitamin A yang baik untuk kesehatan mata dan vitamin C sebanyak 275 mg yang baik untuk mencegah sariawan, dan meningkatkankekebalan tubuh, membantu menangkal radikal bebas, dan melindungi sel dari kerusakan oksidasi. Yang tidak kalah penting, kandungan serat pada daun singkong yang cukup tinggi sehingga dapat membantu melancarkan buang air besar.
Khasiat dari daun singkong, antara lain untuk demam, sakit kepala, diare, dan mata sering kabur. Selain itu, daun singkong juga dapat menambah nafsu makan. Daun singkong yang dikonsumsi secara rutin juga dapat mencegah aterosklerosis (penimbunan lemak di dinding pembuluh darah) yang bisa berdampak pada serangan jantung.
6.                Kandungan Kimia
Adapun kandungan kimia dalam daun singkong, antara lain:
a. Memiliki kadar protein yang cukup tinggi, sumber energi yang setara dengan karbohidrat, 4 kalori setiap gram protein.
b. Sumber vitamin A setiap 100 gram yaitu mencapai 3.300 RE sehingga baik untuk kesehatan mata.
c.    Kandungan serat yang tinggi yang dapat memperlancar buang air besar dan mencegah kanker usus dan penyakit jantung.
d.   Kandungan vitamin C per 100 gram daun singkong mencapai 275 mg, bisa terbebas dari sariawan dan kekebalan tubuh bisa lebih terjaga dengan asupan vitamin C.
e.    Kandungan protein daun singkong enam kali lebih banyak dari pada umbinya yaitu 6,2 persen. Demikian pula karoten hanya terdapat pada daunnya dan sama sekali tidak terdapat pada umbinya.
f.     Kandungan karoten pada daun singkong yaitu 7052 μg/100 g. Sedangkan kandungan serat kasar dan abu ubi kayu per 100 g yaitu 2,4 g dan 1,2 g.
g.    Selain itu daun singkong juga mengandung air sebesar 84,4 g dan bagian yang dapat dimakan sebesar 67 g.
            Kandungan protein tertinggi pada daun singkong dijumpai pada daun yang masih muda, umur enam bulan. Makin tua daun ubi kayu makin berkuranng kandungan protein daun. Kandungan protein singkong ternyata sangat tinggi. Secara umum, dalam berat yang sama dengan berat telur, berat protein nabati yang dikandung daun singkong lebih kurang sama dengan yang dikandung telur.

B.       EKSTRAKSI
Ekstraksi atau penyarian adalah penarikan zat aktif yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang telah dipilih sehingga zat yang diinginkan akan terlarut. Cara penyarian dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perkolasi dan penyarian berkesinambungan. Secara umum penyarian akan bertambah lebih baik apabila permukaan simplisia yang bersentuhan semakin luas.
Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimal dari zat aktif dan seminimum mungkin dari bahan yang tidak diinginkan. Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap, dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat. Farmakope Indonesia menetapkan bahwa cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau eter.
Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan antara lain maserasi, perkolasi, soxhletasi, dan infundasi. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat dan penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna.

Beberapa metode ekstraksi dapat diuraikan sebagai berikut :
1.                  Maserasi
Maserasi merupakan cara ekstraksi paling sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk kasar simplisia dengan cairan pengekstraksi selama 4-10 hari dan disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna). Keuntungan dari maserasi adalah hasil ekstraksi banyak serta dapat menghindarkan perubahan kimia terhadap senyawa-senyawa tertentu oleh karena pemanasan namun demikian proses maserasi membutuhkan waktu yang relatif lama. Kerugian cara maserasi adalah penyarian kurang sempurna karena terjadi kejenuhan cairan penyari dan membutuhkan waktu yang lama.
Dengan pengocokan dijamin keseimbangan bahan ekstraksi lebih cepat dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Walaupun demikian, maserasi merupakan proses ekstraksi yang masih umum digunakan karena cara pengerjaan dan peralatannya sederhana dan mudah. Sedangkan remaserasi dilakukan dengan cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesuadah dituangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
2.                  Perkolasi
Perkolasi merupakan proses penyarian serbuk simplisia dengan pelarut yang cocok dengan melewatkan secara perlahan-lahan melewati suatu kolom, serbuk simplisia dimasukkan ke dalam perkolator. Dengan cara penyarian ini mengalirkan cairan melalui kolom dari atas ke bawah melalui celah untuk keluar dan ditarik oleh gaya berat seberat cairan dalam kolom. Dengan pembaharuan yang terus menerus bahan pelarut, memungkinkan berlangsungnya maserasi bertingkat.
3.                  Sokletasi
Bahan yang akan disari berada di dalam kantung ekstraksi (kertas, karton) di dalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang berada di antara labu suling dan suatu pendingin. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang menguap dan jika diberi pemanasan akan menguap mencapai ke dalam pendingin balik melalui pipa pipet, pelarut ini berkondensasi di dalamnya dan menetes ke bahan yang disari. Larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi maksimum secara otomatis ditarik ke dalam labu tersebut.
4.    Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan zat aktif yang larut dalam air dan bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh karena itu sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengekstraksi daun singkong adalah infundasi. Digunakan metode infundasi karena proses cepat serta pelarut yang digunakan adalah air yang bersifat polar.

C.    FLAVONOID
Flavonoid adalah senyawa yang tersusun dari 15 atom karbon dan terdiri dari 2 cincin benzen yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a.    Flavonoid yang memiliki cincin ketiga berupa gugus piran. Flavonoid ini disebut flavan atau fenilbenzopiran. Turunan flavan banyak digunakan sebagai astringen (turunan tanin).
b.    Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus piron. Flavonoid ini disebut flavon atau fenilbenzopiron. Turunan flavon adalah jenis flavonoid yang paling banyak memiliki aktivitas farmakologi.
c.    Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus pirilium. Flavonoid ini disebut flavilium atau antosian. Turunan pirilium biasa digunakan sebagai pewarna alami.
Kata flavonoid memiliki 2 arti yang berbeda, yaitu C6C5C6 dan benzopiron. Flavonoid biasanya dideteksi dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 340-370 nm dan senyawa ini akan berfuoresensi kuning oranye. Penomoran flavonoid akhiran “–genin” menunjukkan nama sebuah aglikon. Misalnya, 5,7,4’-trihidroksiflavon disebun “apigenin”. Jika apigenin terikat dengan gula dan menjadi glikosida, maka namanya berubah menjadi “apiin”. Baik apiin maupun apigenin terdapat pada Apium graveolens.
1.    Macam-macam flavonoid
a.                   Kuersetin pada Allium cepa. Nama kimianya adalah 5,7,3’,4’-tetrahidroksiflavonol. Digunakan sebagai vitamin P yang dapat menurunkan permeabilitas dan kerapuhan pembuluh darah.  
b.                  Luteolin pada Sonchus arvensis. Nama kimianya adalah 5,7,3’,4’-tetrahidroksiflavon.
c.                   Kaemferid pada Kaempferia galanga. Nama kimianya adalah 5,7-dihidroksi-4-metoksiflavonol.
d.                  Sinersetin pada Ortosiphon stamineus. Nama kimianya adalah 5,6,7,3’,4’-pentametoksiflavon.
e.                   Rutin. Nama kimianya adalah 5,7,3’,4’-tetrahidroksiflavonol-3-Oglukosilramnosida.
f.                   Miresetin pada Anacardium occidentale. Nama kimianya adalah 5,7,3’,4’,5’-pentahidroksiflavonol.

2.    Sifat Fisik/Kelarutan Flavonoid
a.                   Flavonoid polimetil atau polimetoksi larut dalam heksan, petroleum eter (PE), kloroform, eter, etil asetat, dan etanol. Contoh: sinersetin (nonpolar).
b.                  Aglikon flavonoid polihidroksi tidak larut dalam heksan, PE dan kloroform; larut dalam eter, etil asetat dan etanol; dan sedikit larut dalam air. Contoh: kuersetin (semipolar).
c.                   Glikosida flavonoid tidak larut dalam heksan, PE, kloroform, eter; sedikit larut dalam etil asetat dan etanol; serta sangat larut dalam air. Contoh: rutin.

3.    Keberadaan Flavonoid dalam Tumbuhan
Flavonoid tersebar luas pada tumbuhan tapi jarang terdapat pada bakteri, jamur dan lumut. Dalam dunia tumbuhan, flavonoid tersebar luas dalam suku Rutaceae, Papilionaceae (kacang-kacangan), Labiatae (Ortosiphon), Compositae (contoh: Sonchus arvensis), Anacardiaceae, Apiaceae/Umbeliferae (seledri, pegagan, wortel), dan Euphorbiaceae (contoh: daun singkong). Pada tingkat organ, flavonoid tersebar pada seluruh bagian tanaman seperti biji, bunga, daun, dan batang. Pada tingkat jaringan, flavonoid banyak terdapat pada jaringan palisade. Pada tingkat seluler, flavonoid bisa terdapat pada dinding sel, kloroplas, atau terlarut dalam sitoplasma. Pada paku-pakuan, flavonoidnya berupa flavonoid polimetoksi sehingga hanya terdapat pada dinding sel dan tidak terdapat pada sitoplasma karena sitoplasma mengandung banyak air sehingga bersifat polar dan tidak dapat melarutkan flavonoid polimetoksi.

4.                Kestabilan Flavonoid
Secara fisis, flavonoid bersifat stabil. Namun, secara kimiawi ada 2 jenis flavonoid yang kurang stabil, yaitu:
a. Flavonoid O-glikosida, dimana glikon dan aglikon dihubungkan oleh ikatan     eter (R-O-R). Flavonoid jenis ini mudah terhidrolisis.
b.  Flavonoid C-glikosida, dimana glikon dan aglikon dihubungkan oleh ikatan           C-C. Flavonoid jenis ini sukar terhidrolisis, tapi mudah berubah menjadi isomernya. Misalnya viteksin, dimana gulanya mudah berpindah ke posisi 8. Perlu diketahui, kebanyakan gula terikat pada posisi 5 dan 8, jarang terikat pada cincin B atau C karena kedua cincin tersebut berasal dari jalur sintesis tersendiri, yaitu jalur sinamat.

5.                Rutin
a.         Struktur Kimia

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/09/Rutin_structure.svg/250px-Rutin_structure.svg.png 





5,7,3’,4’-tetrahidroksiflavonol-3-Oglukosilramnosida

Rutin, juga disebut rutoside, quercetin-3-O-rutinoside dan sophorin, adalah glikosida antara flavonol quercetin dan disakarida rutinose (α-L-rhamnopyranosyl-(1 → 6))-β-D-glukopiranosa). Rutin adalah salah satu senyawa fenolik yang ditemukan dalam spesies tanaman invasif Carpobrotus edulis dan berkontribusi terhadap antibakteri dan antioksidan. Namanya berasal dari nama Ruta graveolens , tanaman yang juga berisi rutin.
Rutin ditemukan dalam banyak tanaman, termasuk gandum , daun dan tangkai dari Rheum spesies, dan asparagus. Biji Tartary Soba mengandung rutin (berat kering sekitar 0,8-1,7%) dibandingkan biji gandum umum (0,01% berat kering). Rutin juga ditemukan dalam buah fava d'anta pohon (dari Brazil ), buah-buahan dan bunga-bunga dari pohon pagoda , buah dan kulit buah (terutama buah jeruk orange , jeruk , lemon , dan jeruk nipis ) dan apel, berries seperti murbei , pohon ash buah-buahan, aronia berry dan cranberry. Rutin adalah salah satu flavonol utama yang ditemukan dalam 'clingstone' buah persik.
Rutin (quercetin rutinoside), seperti quercitrin , merupakan glikosida dari flavonoid quercetin. Dengan demikian, struktur kimia dari keduanya sangat mirip, dengan perbedaan yang ada di hidroksil kelompok fungsional. Quercetin dan rutin digunakan di banyak negara sebagai obat untuk perlindungan pembuluh darah, dan bahan baku multivitamin dan obat herbal.
b.                  Sifat Fisika Kimia
Senyawa Rutin memiliki rumus molekul C 27 H 30 O 16, dengan massa molar 610,52 g mol -1. Senyawa ini berbentuk padat / Kristal dengan titik lebur     242 ˚C , 515 ˚K, 468 ˚F. Senyawa ini memiliki kelarutan dalam air 12,5 mg/100 ml (13 mg/100 ml), tidak , larut dalam heksan, PE, kloroform, eter,  sedikit larut dalam etil asetat dan etanol, serta sangat larut dalam air.
c.                   Nama Lain
Nama lain senyawa Ruitn adalah sebagai berikut : Rutoside, Phytomelin, Sophorin, Birutan, Eldrin, Birutan Forte, Trihidrat Rutin, Globularicitrin , Violaquercitrin






BAB II
METODE PENELITIAN

A.      ALAT DAN BAHAN
Alat                                                                 Bahan
Timbangan analit                                             Simplisia daun singkong
Spatula                                                                        Etanol
Statif dan klem                                               Aquadest
Labu alas bulat                                                Batu didih
Gelas Beker                                                    
Gelas Ukur
Seperangkat alat sokletasi
Tissu
Cawan porselin
Penangas air

B.       PROSEDUR KERJA
B.1 Metode 1
1. Timbang 40 gram serbuk bahan. Masukkan dalam panci infus dan tambahkan 240 ml air. Didihkan selama 30 menit.
2. Saring campuran melalui corong Buchner sehingga diperoleh filtrat yan jernih dan pindahkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
3. Pekatkan sari hingga 100 ml. Simpan didalam lemari es selama 1 minggu sehingga terbentuk kristal amorf putih kekuningan.
4. Tuangkan sebagian besar larutan jernih dengan hati-hati agar kristal tidak ikut tertuang.
5. Kemudian saring kristal yang berada pada dasar erlenmeyer melalui kertas saring yang telah ditara. Jika masih ada kristal yang menempel pada dasar erlenmeyer bilas dengan air suling dan tuangkan bilasan ke kertas saring. Cuci kristal dengan 10 ml air es.
6. Keringkan kertas saring bersama endapan pada suhu 500 C, setelah kering ditimbang untuk memperoleh rendemen dari hasil yang didapat.

7. Ambil sedikit padatan dengan ujung spatel kecil, larutkan dalam 2 ml campuran metanol-air sama banyak. (sari 1).
HIDROLISIS RUTIN MENJADI GLIKON DAN AGLIKON
a.       Sisa padatan dimasukan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml HCl 2 N.
b.      Diatas tabung ditempatkan corong berisi kapas untuk mengurangi penguapan.Lakukan refluks pada penagas air mendidih selama 1 jam. Jika cairan dalam tabung banyak yg meguap tambahkan 5 ml air suling yang panas kedalamnya.
c.       Cairan hasil hidrolisis tersebut dimasukan kedalam corong pisah. Ditambahkan dietileter sebanyak 10 ml dikocok dengan hati-hati, kedua lapisan yang terbentuk dipisahkan.
d.      Lapisan air asamnya dikocok lagi dengan dietileter sebanyak 10 ml selama 3 kali pengocokan.
e.       Lapisan eter hasil ekstraksi 1,2 dan 3 dicampurkan lalu disaring melalui kertas saring yang berisi 1 gram Natrium sulfat anhidrat. Cairan yang diperoleh lalu diuapkan eternya.
f.       Residu yang diperoleh dilarutkan dengan 2 ml methanol (Sari II)
ANALISIS KUALITATIF
1.      Analisis kualitatif I
Fase diam : selulosa
Fase gerak : asam asetat 15 %
Cuplikan :
Sari 1, 2, 3 dan pembanding larutan rutin dalam metanol 50% masing-masing sebanyak 3 totolan, kecuali sari 3.
Deteksi
a.Sinar UV 366
b.Uap amoniak, dibawah sinar tampak dan UV 366
c.Pereaksi sitroborat, panaskan 1000 C selama 5 menit

2.      Analisis kualitatif II
Fase diam : selulosa
Fase gerak :
n-butanol:asamasetat 15%:air = 6:2:1
Cuplikan :
Sari 1, 2, 3 dan pembanding larutan glukosa dan ramnosa 1% masing-masing sebanyak 3 totolan, kecuali sari 3 dan pembanding 10 totolan
Deteksi
a.     Sinar UV 366
b.    Uap amoniak, dibawah sinar tampak dan UV 366
c.    Larutan penyemprot KmnO4 untuk gula.
Bandingkan harga Rf da warna yang terbentuk dengan data yang ada dalam pustaka.

















B.2 Metode 2


6.      Uji Kemurnian Rutin
6.1  Uji Kemurnian menggunakan HPLC
Cara Kerja :
Penyusunan Standar dan solusi:
Larutan stok standar rutin dan quercetin yang dibuat dengan melarutkan 10mg rutin dan quercetin dalam 10 ml metanol . Dari 3μl ini masing-masing solusi diterapkan menggunakan aplikator Linomat. 100mg ekstrak hydroalcoholic dari A.latifolia adalah dilarutkan dalam 10 ml metanol dan disaring,  filtrat ( 10mg/ml ) digunakan untuk HPTLC yang chemoprofiling .
Kondisi kromatografi :
Kromatografi adalah dilakukan pada pra - diaktifkan ( di 110oC ) silika gel 60 F254 HPTLC piring . Sample ( 8μl ) dan standar ( 3μl
masing-masing) senyawa yang diterapkan ke lapisan sebagai 8 mm band lebar , posisi 10 mm dari bagian bawah piring , menggunakan TLC aplikator otomatis Linomat IV ( Camag , Muttenx , Swiss ) dengan aliran nitrogen menyediakan pengiriman dari jarum suntik . kritis parameter tersebut bertahan selama semua analisis dilakukan .
Deteksi dan kuantifikasi senyawa : TLC dilakukan dengan Etil asetat : asam format : Glacial asam asetat : air ( 100:11:11:26 , v / v ) sebagai fase gerak . Kromatogram dikembangkan di suhu kamar ( 24 ± 1 ° C ) dalam gelas twin- trough ruang ( 10 cm × 10 cm , dengan tutup logam; Camag ,Swiss ) sebelumnya jenuh dengan fase gerak uap selama 30 menit . Jarak pembangunan adalah 80 mm . Modus Ascending digunakan untuk pengembangan kromatografi lapis tipis . Setelah pengembangan , pelat TLC dikeringkan dalam arus udara dengan bantuan sebuah pengering udara di 110oC selama 10 menit , dan segera dipindai di λ = 366 nm dan kromatogram diperoleh dengan CAMAG III TLC scanner dilengkapi dengan CATS 4
software ( Camag ) dalam refleksi penyerapan scan mode . Kehadiran ( atau ketiadaan) yang diselidiki senyawa ditentukan sesuai dengan Rf mereka
nilai-nilai dan warna fluoresensi  estimasi Faktor retensi ( Rf ) dan Area Under Curve ( AUC ) dilakukan oleh Integrasi Software 4.05 . perhitungan untuk persentase dilakukan mengingat standar dan sampel Rf , AUC dan faktor pengenceran  terpadu legenda disajikan sebagai ara 1-4 . Untuk validasi metode , kurva kalibrasi diperoleh dengan memplot daerah puncak Vs konsentrasi rutin dan quercetin dan diperiksa untuk reproduktifitas , linearitas dan memvalidasi metode yang diusulkan . Spectra sampel dan rutin standar dan quercetin yang matched26 .

Validasi metode HPTLC
Linearitas:
Kurva kalibrasi rutin standar dan quercetin diperoleh dengan memplot daerah puncak rutin dan quercetin terhadap konsentrasi yang berbeda. Solusi Stok rutin dan quercetin disiapkan dalam metanol dan jumlah yang berbeda 1, 2, 4, 6, 8, dan 10mg/spot tersebut dimuat keplat KLT untuk mempersiapkan kurva kalibrasi. Ada hubungan linear yang baik antara luas puncak dan konsentrasi dalam kisaran1-10μg perzona (Table1). Percobaan dilakukan dalam rangkap tiga.

Akurasi(% Pemulihan):
In iditentukan oleh penambahan penandastandar. Untuk jumlah yang tetap dari sampel preanalysed, sejumlah standar yang ditambahkan ditingkat bawah dan di atas dari tingkat yang normal diharapkan dalam sampel. Untuk ini dua konsentrasi dalam rangkap tiga yang digunakan. Pemulihan rata-rata rutin dan quercetina dalah 99,98% dan100,11%, masing-masing menunjukkan reproduktifitas sangat baik

6.2  Uji Kemurnian menggunakan kromatografi
Cara Kerja :
Deteksi dan kuantifikasi senyawa: KLT dilakukan dengan Etil asetat: asam formiat: asam asetat glasial: air (100:11:11:26, v / v) sebagai fase gerak. Kromatogram dikembangkan pada suhu kamar (24 ± 1 ° C) di chamber kembar (10 cm × 10 cm, dengan tutup logam; Camag, Swiss) yang sebelumnya jenuh dengan uap fase gerak selama 30 menit. Jarak pengembangan adalah 80 mm. Pengembangn KLT dilakukandengancaramenaik.
Setelah pengembangan, pelat klt dikeringkan diudara dengan bantuan sebuah pengeringudara pada110 . Selama 10 menit, dan segera dilihat diλ=366 nm dan kromatogram diperoleh dengan CAMAG III klt scanner dilengkapi dengan software CATS4 (Camag) dalam bercak penyerapan scan mode.
Kehadiran (atau ketiadaan) senyawa diselidiki ditentukan berdasarkan nilai Rf dan warna fluoresensi. Perhitungan hargarf (Rf) dan daerah dibawah kurva (AUC) yang dilakukan oleh IntegrasiSoftware 4.05.
Perhitungan persentase untuk dilakukan mengingat harga rf larutan standart dan sampel, AUC dan faktor pengenceran. Terdiri dari beberapa bagian yg disajikan sebagai ara 1-4. Untuk validasi metode, kurva kalibrasi diperoleh dengan memplot daerah puncak Vs konsentrasi rutin dan quercetin dan diperiksa untuk reproduktifitas, linearitas dan memvalidasi metode yang diusulkan. Spektrum sampel dan rutin standar dan quercetin dicocokkan.

Tabel Standart Rf dan Linear Regresi dari Rutin

Tabel Akurasi dan Persen Recovery dari Rutin (HPLC)

DAFTAR PUSTAKA

Ashok, Praveen Kumar dan Bhawana Saini. Int Journal Pharmacy. 2013. HPLC Analysis and Isolation of Rutin  from Stem Bark of Ginkgo biloba L. ISSN 2278-4136 JPP 2013; 2(4):68-71.
Djuwardi 2009, Cassava: solusi pemberagaman kemandirian pangan : manfaat, peluang bisnis, dan prospek, ISBN 9790257457, 9789790257450, Penerbit : Grasindo.
Ibrahim, et al. Int Journal Pharmacy. 2012. Development of Validated HPTLC Method for Simultaneous Quantification of Rutin and Quercetin from Bark of Anogeissus latifolia. ISSN 2249-1848.
Malaysian Journal of Pharmaceutical Sciences. 2009. Isolation Of A Flavonoid From The Roots Of Citrus Sinensis. Vol. 7, No. 1, 1–8.
Prihandana R et al.2007.Bioetanol Ubi Kayu :Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Purwono dan Heni Purnamawati, 2007. Budidaya 8 jenis tanaman pangan unggul. Penebar swadaya, Jakarta.